Saat Senja Membuka Sesal
Detak jam seakan memburu rasa
Matahari melenggang terlihat manis
Serukan kata “segeralah pulang nak”
“Rasakan masa ayahmu yang satu jam lagi”
Ku melamun ditengah hiruk pikuk tanya
“Tak malukah engkau wahai anakku?”
“Tak malukah kau pada kain di kepalamu?”
Yang melilit manis batasi keburukanmu
“Apa kau tak malu akan jilbabmu nak?”
“Apa kau tak malua atas pujian manis mereka?”
Suara itu buatku bimbang dan tersentak
Karena kebencianku akan laki-laki paruh baya itu
Ini senja yang menutup terangnya hari
Hujan tlah menangis dan angina menatap sayu
Tuhan, lelaki itu kini terbaring berselimut putih
Lemah… tak lagi sanggup membuka mata
Hawa dingin yang rapuhkan setiap inci belulang
Tuhan..kini aku merasa sangat sesal
Bagaimana bias aku menagisinya,melamunkannya?
Padahal kebencian saat ini tlah menenangkanku
Ku terhenyak saat mereka berdatangan
Sampaikan rasa turut berduka cita
Salamiku saat ku dalam kosong terpuruk
Menyusul sesal dan kebencianku
Kini saanya dia untuk pergi bertenang diri
Saat aku dalam keadaan selsal yang dulu teralpakan
Menjadi raja yang diantar ratusan rakyat
Setia seruakan lafaz “Laa ila haillalah”
Dan sampailah kini istana gelapnya
Jerit rindu akan matanya yang dulu masih terbuka
Di iringi gemericik hujan saat malam di kesepian
“Tuhan bagaimana dengan sesalku kini?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar