Senin, 27 September 2010

Saat Senja Membuka Sesal




Detak jam seakan memburu rasa

Matahari melenggang terlihat manis

Serukan kata “segeralah pulang nak”

“Rasakan masa ayahmu yang satu jam lagi”


Ku melamun ditengah hiruk pikuk tanya

“Tak malukah engkau wahai anakku?”

“Tak malukah kau pada kain di kepalamu?”

Yang melilit manis batasi keburukanmu


“Apa kau tak malu akan jilbabmu nak?”

“Apa kau tak malua atas pujian manis mereka?”

Suara itu buatku bimbang dan tersentak

Karena kebencianku akan laki-laki paruh baya itu


Ini senja yang menutup terangnya hari

Hujan tlah menangis dan angina menatap sayu

Tuhan, lelaki itu kini terbaring berselimut putih

Lemah… tak lagi sanggup membuka mata


Hawa dingin yang rapuhkan setiap inci belulang

Tuhan..kini aku merasa sangat sesal

Bagaimana bias aku menagisinya,melamunkannya?

Padahal kebencian saat ini tlah menenangkanku


Ku terhenyak saat mereka berdatangan

Sampaikan rasa turut berduka cita

Salamiku saat ku dalam kosong terpuruk

Menyusul sesal dan kebencianku

Kini saanya dia untuk pergi bertenang diri

Saat aku dalam keadaan selsal yang dulu teralpakan

Menjadi raja yang diantar ratusan rakyat

Setia seruakan lafaz “Laa ila haillalah”


Dan sampailah kini istana gelapnya

Jerit rindu akan matanya yang dulu masih terbuka

Di iringi gemericik hujan saat malam di kesepian

“Tuhan bagaimana dengan sesalku kini?”

Yang sesaaT  bayangi kekosonganku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar